Sabtu, 01 September 2012

there's something under the scandinavian sky


Awan musim gugur bak tekstur daging ikan [kata Asako], melayang rendah di langit nan biru
Jadi ceritanya saya ikutan tur konser klub paduan suara dan orkestra tempat saya menimba ilmu [cih, bahasanya!]. Rombongan 83 orang dari beberapa kewarganegaraan berangkat menggunakan 1 bus. Saya ulangi SATU BUS saja. Bersama dengan bule-bule belia saya turut ngamen di Kopenhagen, Stockholm dan Uppsala. Cerita konser, ya bisa dikatakan sukses.

WSKOV dengan Simponi nr 1 Tchaikovsky di Universitethuset Uppsala

Selama seminggu saya hanya makan roti asem. Ya, rotinya bener-bener asem. Karena terbuat dari biji-bijan utuh yang difermentasi secara natural [halah]. Saya juga ga mudeng ini roti apaan, pokoknya asal makan aja. Lhah, adanya cuma itu. Jadi saya mengkombinasikan dengan bermacam jam: berries, peanut, hazelnut-choco; butter, mentimun, tomat dan tentu saja: KAAS, keju. Apa lagi?!
Sampai sekarang ramuan paling dahsyat saya adalah: roti asem+peanut butter+keju+timun/tomat

Seminggu hidup bersama para naturalis, kira-kira begitulah kesan tur saya kali ini.
Naturalis, sebut saja begitu ya, karena saya kurang paham apa kata yang tepat. Jadi lebih dari 50% anak-anak orkestra dan padus di klub ini naturalis: vegie - vegan dan hanya beli makanan yang fair trade dan organik; kalo di sini katanya fair trade, biologische en ecologische... che-che-che...aih!
Dan saya 'beruntung' untuk tinggal bersama 2 naturalis sejati dari Jerman dan Jepang dan 1 droevendaalers. Jadi Droevendaalers itu berasal dari kata Droevendaal, salah satu nama jalan di kota tempat saya tinggal, di mana kebanyakan penghuni sangat menyanyangi bumi yang sekarat ini. Jadi mereka kebanyakan vegetaris, bercocok tanam sendiri, dll. Ketiga teman ini adalah kawan se-suara rendah, alias alto.
Kabin 12: Kabin Internasional Alto= 4 Alto dari 4 negara

Temen dari Jerman, Daniella, punya penampilan imut vintage. Dia selalu mengenakan rok dan stoking (selalu stoking hitam) dengan rambut dikuncir Dutch Braid. Pipi gembilnya menambah kesan ceria yang terpancar dari suara dan wajahnya. Dia punya kebun organik sendiri di rumah untuk mendukung diet vegan-nya. Tapi dia mengaku, "I eat 2 eggs every Easter Day." Dia mahasiswa pertukaran dari Berlin yang juga alumni kursus meditasi India aliran... eng... lupa!

Temen asli Belanda, Marjon, wajahnya kaya bintang film: cantik, aristokratik. Menilik nama keluarganya (H*****k), saya curiga dia punya keturunan bangsawan. Penampilannya sekilas tomboy: rambut cepak, jaket kulit, sepatu ankle boot; tapi kalo dilihat lebih detail dia lumayan feminim, karena selalu pake cardigan dengan kerut di bahu, atau shirt dengan drappery di dada. Marjon termasuk dalam 'aliran' Droevendaalers, dan mengaku,"It's been my third week without meat." Dia cenderung diam, kalo ngomong to the point banget but in nice way. Dia manajer klub untuk musim selanjutnya. Cocok deh!

Temen dari Jepang, Asako, sudah lama saya kenal. Dia teman di Chaplaincy, di Taize dan sesama anak Plant Science. Asako ini suka dengan gaya hidup sehat; dia vegetarian, tapi mengaku kadang makan ikan, tapi hanya ikan fresh di Jepang. Asako rambutnya pendek sebahu, tapi selalu dijalin rapi juga, karena menurut dia terlalu panjang dan tanpa hair dryer dia tidak bisa mengatur 'Rambut Asia'nya. Asako ini paling rajin: bangun pagi, selalu cuci piring, selalu bersih-bersih. Yang bikin kaget, ternyta dia penggemar Blur juga. Di malam setelah konser di Stockholm kami menyanyikan lagu-lagu Blur bareng di kabin kami yang mungil. Hahaha....

Asako, Esti, Daniella dan Marjon; menikmati dinginnya pantai Stockholm
Ketiga teman saya tadi merupakan teman seperjalanan menjelajah kota-kota Kopenhagen, Stockholm dan Uppsala. Asako dan Marjon adalah pejalan kaki tangguh. Saya dan Daniella sering tertinggal di belakang dan selalu bertanya-tanya bagaimana mereka berdua bisa berjalan lebih cepat? Karena irama kaki kami sama, langkah juga tak jauh beda. Tapi kenapa kami berdua selalu tertinggal. Mungkin karena kami suka potret-potret? Yah, alasan...
Baru sekali ini saya jalan-jalan tanpa bisa membeli souvenir alias oleh-oleh. Jangankan memilih souvenir, saat mendapat kartu pos saja tidak berkesempatan untuk mengeposkannya. Sampai-sampai saya mengirimkan kartu pos Kopenhagen [untuk teman] di Stockholm.
Teman-teman ini lebih suka jalan-jalan, menikmati alam dan mentok-mentok ngopi. Oh, tapi entah kenapa saya suka tuh. Dan membuat saya sadar, sekarang saya harus memulai hari dengan kopi. Waks! BAHAYA!

Ada satu lagi momen tak terlupakan: menjajal restoran Vegan. Menunya: alamak, ENAK! Kurang tahu apa saja yang saya makan, karena terlalu banyak biji-bijian, buah-buah kering dan sayur-mayur yang tidak saya kenal. Tapi saya kenyang juga tuh. Pengen nanti sekali-kali mencoba masak sendiri. Siapa tahu bisa buka restoran vegetarian dengan menu utama: TEMPE, apalagi?! Hehehe


Menu vegan saya, silakan menebak bahan-bahannya :)

Akhir kata, di bawah langit skandinavia yang terasa begitu dekat, bersama dengan teman-teman yang naturalis saya menemukan kedekatan dengan alam yang sudah lama saya rindukan. 
Salam, estehmanisaromastrawberry :)


Menjelajahi Gamla Uppsala, kota tua Uppsala, dan menemukan tempat meditasi ini. Daniella insisted to visit this site, so there we were.

for Asako-san and Daniella who had finished their study in WUR and went back to their home countries yesterday: "Love's the greatest thing that we have", right?! Miss you already, girls.